About Eris Riswan

InstaForex
Affiliate Program ”Get Money from your Website”

SELAMAT DATANG!!!

Minggu, 04 September 2011

Mekanisnya Sistem Pendidikan (Indonesia)

Bandung, February 28th 2011
 
Baru-baru ini penulis membaca suatu pernyataan yang sangat menarik dari sebuah running text berita dari salah satu televisi berita di Indonesia yang bunyinya seperti ini “Menteri koperasi menyatakan 5% dari sarjana Indonesia ingin menjadi wirausaha”. Pertanyaannya kemudian, yang 85% ingin menjadi apa? Apabila publik Indonesia memperhatikan isu pendidikan di Indonesia khususnya, pernyataan dari menteri koperasi tidaklah mengherankan dan pertanyaan penulis bisa dijawab dengan mudah, tentu saja 85% sarjana Indonesia ini, ingin bekerja dalam sektor formal baik di Indonesia sendiri maupun kalau perlu ke luar negeri.
Sudah bukan rahasia lagi apabila orang tua seseorang itu menyekolahkan anaknya bahkan sampai ke jenjang perguruan tinggi, harapan orang tua itu adalah bagi anaknya menjadi sosok yang sukses, dalam artian mendapat pekerjaan yang bagus, dan berpenghasilan besar supaya hidupnya menjadi sejahtera. Dan bukan rahasia pula apabila orang tua menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi, mengharapkan prestasi yang bagus dari anaknya itu dan memperoleh ijazah dengan peringkat nilai yang bagus, bahkan cum laude bila perlu.
Dari dua fakta di atas, sebenarnya bisa disimpulkan bahwa seorang anak bersekolah bahkan sampai ke perguruan tinggi ingin mendapatkan ijazah yang bagus untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus atau mencapai cita-citanya,  jadi tujuan akhirnya adalah masuk dunia kerja sektor formal.
Menghubungkan dengan pernyataan menteri koperasi di atas, bukan suatu penalaran yang keliru apabila 5% sarjana Indonesia itu ingin menjadi wirausaha. Konsekuensi dari seorang wirausaha adalah hampir merupakan pencapaian seseorang secara ekonomis, yang kesuksesannya merupakan suatu tahapan utama dari suatu kondisi awal yang belum tentu membawa keberhasilan ekonomis. Dengan kata lain, seorang wirausaha (entrepreneur) biasanya harus mulai dari titik nol, dan itu memerlukan modal (capital) bukan hanya secara finansial tetapi disiplin, waktu, ketekunan, dan juga keuletan. Wirausaha adalah seorang yang memulai usahanya dengan mengambil suatu resiko bisnis, artinya bisnis itu akan berhasil dengan kata lain menguntungkan atau gagal dengan kata lain rugi. Sedangkan ketika seseorang sekolah, itu juga merupakan usaha/investasi (penanaman modal) tersendiri. Jadi menjadi suatu yang wajar apabila sarjana itu tujuan akhirnya dan mayoritas adalah pekerjaan sektor formal. Dan itu merupakan suatu proses pengurangan resiko (risk aversion) tersendiri ketika sarjana tersebut melamar suatu pekerjaan pada posisi tertentu pada suatu perusahaan atau menjadi birokrat dan bukan menjadi seorang wirausaha yang memperhitungkan penambahan resikonya tersendiri.
Kembali pada fakta yang dikemukakan diatas, sistem pendidikan formal dalam suatu Negara praktis dirancang untuk memproduksi atau menghasilkan lulusan-lulusan yang bisa bersaing, utamanya dalam dunia kerja dan bisnis. Dengan ijazah yang didapat ditambah dengan persyaratan lainnya, praktis para lulusan sekolah itu saling berlomba untuk menempati posisi tertentu dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan berskala nasional maupun internasional, besar ataupun kecil, dan sebagainya. Serta bisa juga menempati posisi dalam birokrasi. Intinya sistem pendidikan itu pada dasarnya mencetak pekerja bukan wirausaha, toh pada akhirnya seorang wirausaha juga merupakan pihak yang menciptakan lapangan kerja. Demikian juga dalam sistem pendidikan Indonesia, ada sesuatu yang bersifat mekanis yang ada dalam sistem pendidikan kita dan itu memang dirancang baik oleh pemerintah dalam hal ini Negara ataupun stakeholder lainnya.
Yang bisa dijadikan contoh lainnya proses mekanis sistem pendidikan bukan hanya lulusannya dicetak untuk menjadi pekerja, tetapi apa yang dipersyaratkan dunia kerja itu sendiri sinkron dengan apa yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan terutama di Indonesia. Bisa kita bayangkan dan kita amati, dalam suatu iklan lowongan kerja, apapun posisinya, mempersyaratkan ketentuan-ketentuan tertentu bagi calon pekerjanya. Baik itu dalam tingkat pendidikan, nilainya, kualifikasinya, dan bahkan suatu pengalaman kerja sebelumnya, pastilah jumlah orang yang melamar iklan lowongan kerja itu tidak sedikit.
Dengan demikian, penulis menegaskan kembali bahwa pernyataan pemerintah tentang fakta kecilnya kuantitas persentasi lulusan sarjana yang menginginkan menjadi para wirausaha, menjadi sesuatu yang bersifat mekanis dari suatu sistem pendidikan secara umum, begitupun dengan apa yang terjadi di Indonesia. Kecilnya kuantitas sarjana yang ingin menjadi wirausaha dalam artian membuka usaha dan penciptaan lapangan kerja formal, praktis mengakibatkan penciptaan lapangan kerja yang tidak berimbang dengan jumlah calon pekerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan khususnya di Indonesia (usia produktif SDM dimulai pada usia 17-18 tahun atau lulusan SMA). Basis pekerjaan sektor formal ini disiasati oleh masyarakat dengan menciptakan pekerjaan pada sektor informal dan inilah yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai rata-rata 6-7% per tahun adalah bukti empiris pencapaian masyarakat yang menciptakan pekerjaan sektor informal.
Berbicara mengenai isu pendidikan praktis bukan merupakan suatu isu yang mudah, tetapi penulis mencoba menyimpulkan secara sederhana mekanisme suatu sistem pendidikan khususnya di Indonesia untuk setidaknya menanggapi pernyataan pemerintah dalam hal ini menteri koperasi. Masih banyak persoalan pendidikan yang bisa dikemukakan dan tidak cukup hanya dalam satu artikel singkat ini. Pada kesempatan lain, penulis mungkin akan menulis mengenai dimensi yang berbeda sesuai dengan aktualitas yang berkembang.


Eris Riswan donasi donasi2 riswanmorison@yahoo.com donasi3 riswan.morisson@gmail.com donasi4 U4361376 donasi5 C56624823donasi6 4456367
Current Events & News Blogs - Blog Rankings

Tidak ada komentar:

Posting Komentar